Vonis Kasus Perekrutan Ilegal Pekerja Migran di Malang Ditunda, Keputusan Majelis Hakim Belum Final

Persidangan kasus penempatan dan perekrutan ilegal Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang beberapa waktu lalu.

MALANG, BERITAKATA.id – Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang menunda pembacaan putusan (vonis) dalam kasus penempatan dan perekrutan ilegal Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI). Sidang yang dijadwalkan pada Senin (8/9/2025) terpaksa diundur karena majelis hakim belum mencapai mufakat final terkait amar putusan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kota Malang, Su’udi, menyampaikan bahwa penundaan ini murni disebabkan oleh proses musyawarah internal majelis hakim yang masih berlangsung.

“Majelis hakim belum mencapai kesepakatan bulat mengenai amar putusan. Oleh karena itu, mereka memerlukan waktu tambahan untuk musyawarah lebih lanjut,” kata Su’udi pada Senin (8/9/2025).

Akibat belum finalnya putusan tersebut, sidang ditunda selama dua hari dan akan kembali digelar pada Rabu (10/9/2025). Penundaan ini menjadi sorotan karena mendekati batas akhir masa penahanan para terdakwa, sehingga putusan harus segera dijatuhkan sesuai ketentuan hukum.

“Mengenai detail putusan, termasuk lama hukuman dan pasal yang terbukti, sepenuhnya merupakan kewenangan majelis hakim. Kami di pihak penuntut umum juga dalam posisi menunggu,” kata Su’udi.

Kasus ini menyeret tiga terdakwa yang memiliki peran berbeda dalam jaringan perekrutan ilegal ini, yaitu HNR (45), sebagai penanggung jawab fasilitas penampungan CPMI. Kemudian, DP (37) yang menjabat sebagai kepala cabang PT NSP untuk wilayah Malang, dan AB (34) bertugas sebagai perekrut lapangan sekaligus penjemput para calon korban.

Di luar persidangan, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, Endang Yulianingsih, menyuarakan harapannya agar majelis hakim cermat dalam melihat seluruh fakta persidangan. Ia mendesak agar putusan yang dijatuhkan dapat memberikan rasa keadilan sejati bagi para korban yang telah dirugikan.

Endang menyoroti salah satu kekhawatiran utamanya dalam sidang tuntutan sebelumnya, yakni JPU dinilai tidak berhasil membuktikan unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan lebih fokus pada pelanggaran administratif.

“Kami sangat berharap majelis hakim tidak mengabaikan fakta-fakta krusial yang terungkap di persidangan, terutama keterangan yang disampaikan langsung oleh saksi korban. Unsur TPPO seharusnya menjadi pertimbangan utama,” jelasnya.

Lebih lanjut, Endang menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi preseden hukum yang kuat untuk melindungi pekerja migran di masa depan. Penegakan hukum yang adil dan tegas adalah kunci untuk mencegah terulangnya kejahatan serupa.

“Jangan biarkan kasus seperti ini terjadi lagi. Kami menuntut para terdakwa dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera,” pungkasnya. ig/nn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *