PROBOLINGGO, BERITAKATA.id – Anggota DPR RI Komisi VIII, Dini Rahmania, yang akrab disapa Ning Dini, menegaskan pentingnya penguatan ekosistem halal sebagai strategi utama Indonesia dalam menghadapi tantangan perdagangan bebas di era globalisasi.
Ia menyampaikan bahwa industri halal harus menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional yang kompetitif dan berdaya saing tinggi.
“Perdagangan bebas adalah keniscayaan di era globalisasi. Indonesia telah terikat dalam berbagai perjanjian dagang regional dan multilateral seperti AFTA, RCEP, dan WTO. Artinya, menutup diri dari arus barang luar negeri bukan lagi pilihan,” ujar Ning Dini dalam keterangan resmi, Kamis (9/5/2025).
Namun, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Probolinggo-Pasuruan ini menegaskan bahwa keterbukaan ekonomi harus diimbangi dengan mekanisme perlindungan terhadap kepentingan nasional, baik dari segi ideologi, sosial, maupun ekonomi. Salah satu strategi yang dianggap paling relevan adalah penguatan ekosistem halal di dalam negeri.
“Ekosistem halal bukan sekadar kewajiban agama, tetapi juga strategi kebijakan publik untuk menjaga kedaulatan pasar, memperkuat industri dalam negeri, dan membuka akses pasar global,” tegasnya.
Ning Dini memaparkan tiga fungsi utama dari ekosistem halal sebagai instrumen kebijakan publik. Yakni menyaring produk asing agar sesuai dengan nilai, budaya, dan standar yang berlaku di Indonesia.Meningkatkan daya saing produk dalam negeri, terutama UMKM, mengingat permintaan global terhadap produk halal terus meningkat.
Mendorong pertumbuhan ekonomi syariah, dengan menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal, bukan hanya sebagai pasar konsumen.
Ia menambahkan bahwa pembangunan ekosistem halal harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari regulasi, sertifikasi, riset, distribusi, hingga literasi konsumen.
“Dengan memperkuat ekosistem halal dari hulu ke hilir, Indonesia tidak hanya melindungi pasar domestik, tetapi juga merebut posisi strategis dalam peta ekonomi global,” ujarnya.
Mengakhiri pernyataannya, Ning Dini menegaskan bahwa halal kini telah melampaui batas identitas keagamaan.
“Halal adalah identitas, nilai tambah, sekaligus tameng kebijakan publik. Dalam era pasar bebas, ekosistem halal menjadi soft barrier yang sah dan sesuai prinsip perdagangan internasional, karena didasarkan pada standar mutu dan kepercayaan konsumen,” tuturnya. ig/ril