Perkara Dihentikan, Korban Dugaan Penipuan Asal Malang Ajukan Praperadilan

Kuasa Hukum THT, Gunadi Handoko

MALANG, BERITAKATA.id – Langkah hukum tegas diambil oleh Kantor Gunadi Handoko & Partners Law Firm mewakili kliennya, seorang pria berinisial THT asal Kota Malang, Jawa Timur. Pria tersebut melalui firma hukumnya secara resmi mengajukan Permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya Pada Rabu (30/4/2025).

Pengajuan permohonan tersebut sudah tercatat dengan Nomor Register Online PN SBY-6811822404001. Pengajuan ini dilakukan untuk menguji keabsahan terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya terkait laporan yang sebelumnya dibuat oleh THT.

Kuasa Hukum THT, Gunadi Handoko mengatakan, kliennya awalnya merupakan pihak pelapor dalam kasus dugaan tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan dan/atau Memberikan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik.

Laporan tersebut teregister dengan Nomor TBL B/412/V/RES.1.11./2021/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya, tertanggal 09 Mei 2021, dengan terlapor utama berinisial CH yang beralamat di Kota Batu.

Gunadi memaparkan bahwa THT telah kooperatif mengikuti seluruh proses hukum sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mulai dari tahap penyelidikan hingga penyidikan. Proses ini melibatkan pemeriksaan terhadap lima orang saksi, termasuk THT sendiri sebagai pelapor, DDK, CA, CH (Terlapor), dan WP.

“Jadi dengan demikian apa yang kami paparkan berdasarkan ketentuan pasal 183, kami selaku penasihat hukum memandang bahwa sikap Polrestabes yang membuat SP3 dengan menghentikan penyidikan ini dengan alasan tidak cukup bukti, saya kira tidak berdasar,” kata Gunadi.

“Makanya wewenang praperadilan itu salah satunya itu adalah melihat sah atau tidaknya penyidikan, biar diuji apakah Polrestabes Surabaya ini benar-benar sah atau tidak menghentikan penyidikan ini, atau pengadilan negeri Surabaya akan membuat keputusan yang lain, ya tentu kita berharap apa yang kami lakukan ini tentu berdasarkan hukum,” sambungnya.

Selain itu, penyidik juga telah meminta keterangan dari dua ahli pidana dan kenotariatan kampus ternama.

“Ternyata kita juga menemukan bahwa penyidik Polrestabes itu juga telah memanggil 2 ahli yaitu ahli pidana dari UGM, yang kedua ahli kenotariatan dari UGM, dari sini sudah 2 alat bukti, yaitu alat bukti saksi maupun ahli, selain itu juga klien kami juga menyerahkan bukti berupa surat-surat,” katanya.

Dalam proses penyidikan, THT juga telah menyerahkan bukti-bukti dokumen penting, termasuk Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 059 tertanggal 23 Juli 2009 dan Akta Kuasa Nomor 060 tertanggal 23 Juli 2009. Menurutnya, kedua akta tersebut dibuat antara THT dengan terlapor CH di hadapan Notaris WS, S.H.

Perkembangan terjadi ketika Satreskrim Polrestabes Surabaya mengajukan permohonan izin penyitaan ke Pengadilan Negeri Surabaya pada Desember 2023, yang kemudian dikabulkan melalui Surat Penetapan Nomor: 3839/penpid.B-SITA/2023/PN.Sby.

“Dalam penetapan izin sita itulah terungkap fakta bahwa terlapor CH telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik,” kata Gunadi.

Namun, sebuah peristiwa hukum yang dinilai janggal terjadi kemudian. Kliennya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor: B/5309/SP2HP/XI/Res1.11/2024/Satreskrim.

Surat tersebut memberitahukan bahwa berdasarkan hasil Gelar Perkara Biasa pada 17 Oktober 2024, penyidikan terhadap terlapor CH dan WS, S.H (dahulu Notaris) dihentikan melalui Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor S.TAP/269/XI/RES.1.11/2024/Satreskrim dengan alasan ‘Tidak Terdapat Cukup Bukti’.

Menurutnya, penghentian penyidikan ini, setelah sebelumnya Terlapor CH ditetapkan sebagai tersangka, merupakan sebuah anomali yang patut dipertanyakan.

“Sebagaimana kita mengetahui di KUHAP, khususnya dalam pasal 183 itu dikatakan bahwa hakim memutus perkara itu sekurang-kurangnya dengan 2 alat bukti, ternyata setelah kami mempelajari dalam berkas-berkas yang ada, Polrestabes itu dari 5 alat bukti yang terdapat dalam pasal 184, 5 alat bukti itu yang pertama itu kan adalah saksi, kemudian ahli, surat, kemudian petunjuk dan pengakuan daripada pegawai,” ungkapnya.

“Dari 5 alat bukti yang ditentukan oleh KUHAP, kami selaku kuasa hukum selama mempelajari telah ditemukan sekurang-kurangnya 3 alat bukti, yaitu alat bukti umumnya saksi, alat bukti surat, dan ahli, terkait dengan alat bukti saksi berdasarkan SP2HP yang dikirim oleh Polrestabes itu sudah ada 5 saksinya,” sambungnya.

Oleh karena itu, pihaknya mengajukan Praperadilan ini secara khusus untuk meminta hakim memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penghentian penyidikan tersebut.

“Kami meyakini ada kejanggalan dalam penerbitan SP3 ini, sehingga perlu diuji secara hukum melalui mekanisme Praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya,” pungkasnya. ig/nn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *