Begini Cara Santri Hafalkan Al-Quran di Tengah Padatnya Kegiatan Pesantren

Naila Rohmah Asysyafi memanfaatkan waktu luangnya untuk mengaji

PROBOLINGGO, beritakata.id – Di tengah padatnya kegiatan pondok pesantren, Naila Rohmah Asysyafi masih mampu menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Gadis yang kini duduk  di bangku kelas X Madrasah Aliyah itu sudah menyelesaikan hafalannya ketika masih kelas IX MTs.

Ayik, sapaannya, merupakan santriwati di Pondok Pesantren Darullughah Wal Karomah (DWK) yang terletak di Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo. Ia berada di asrama LTQ (Lembaga Tahfidzul Qur’an) di pesantren tersebut.

Ponpes DWK sendiri bukanlah pesantren yang berfokus dalam tahfidzul qur’an, melainkan pesantren salaf modern. Berikut kegiatan yang wajib diikuti seluruh santri di ponpes tersebut.

JAM

JENIS KEGIATAN

03.00-04.00

Sholat Tahajjud

04.00-04.30

Sholat Shubuh Berjama’ah

04.30-05.00

Pengajian Al-Qur’an

05.30-06.30

Tahassus Nahwu dan Shorrof

07.15-12.15

Kegiatan Belajar Mengajar Formal

12.15-13.30

Istirahat

13.30-14.00

Sholat Dzuhur Berjamaah

14.00-16.00

Kegiatan Belajar Mengajar Diniyah

16.00-16.30

Sholat Ashar Berjamaah

16.30-17.00

Istirahat

17.30-18.00

Sholat Maghrib Berjama’ah

18.00-19.00

Pengajian Al-Qur’an

19.00-19.30

Sholat Isya Berjama’ah

19.30-20.30

Tahassus Bahasa Arab

20.30-21.30

Kegiatan Lembaga

21.30-03.00

Istirahat

 

Dari jadwal kegiatan itu saja, bisa dilihat, hampir tidak ada waktu untuk menghafalkan ayat suci Al-Quran. Ayik menyebut, dirinya harus memanfaatkan waktu luang untuk melakukan ziyadah (tambahan) dalam hafalannya.

“Saya menempati LTQ putri. Selain kegiatan Lembaga, saya selalu membawa Al-Qur’an di setiap kegiatan pondok. Jadinya, saat ada waktu luang, saya manfaatkan untuk mengaji. Lembaga saya menargetkan hafalan satu hari satu halaman mushaf,” ujarnya, Selasa (31/5/2022).

Ia mengaku, sering mengalami kesulitan dalam proses hafalannya. Mulai dari ayat yang sulit dihafal hingga rasa malas yang bisa menyerang kapan saja. Ayik menambahkan, menjaga hafalan juga menjadi tantangan bagi hafidzul Qur’an (penghafal Qur’an).

“Tentunya, saya memotivasi diri sendiri agar bisa istiqomah menyelesaikan hafalan ini. Contohnya dengan mengingat orang tua yang tinggal di rumah. Saya ingin membahagiakan orang tua,” tuturnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ahmad Fahmi, santri putra yang kini sudah menghafal 20 juz itu membuat caranya sendiri untuk mengatasi rasa malas ketika ingin melakukan muroja’ah (mengulang hafalan).

“Untuk mengatasi rasa malas saat mengulang ayat yang sudah dihafalkan, saya muroja’ah ketika melakukan salat Qobliyah dan Ba’diyah. Selain itu juga memanfaatkan waktu luang yang ada dan dimaksimalkan ketika kegiatan Lembaga,” kata santri LTQ putra itu.

LTQ Putri sendiri sudah berdiri sekitar tahun 2012 sementara LTQ putra berdiri sejak tahun 2015.

Muh. Fathan Zamani, alumni pertama yang berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Quran sekaligus pendiri LTQ Putra PP DWK menyebut, saat ini, sudah ada 10 lebih santri yang berhasil menyelesaikan hafalannya saat masih menjadi santri.

Meski demikian, ia menekankan kepada santri penghafal Al-Qur’an untuk tetap berpegang pada pengamalan kitab kuning terlebih dahulu. Mengingat, Ponpes DWK banyak dikenal dengan kitab kuningnya.

“Kenapa? Mengutip dari dawuhnya Kiai Hefni Nurul Jadid, karena Darullughah Wal Karomah ini besar dengan ajaran kitab kuningnya. Sedangkan Tahfidz menjadi motor penyemangat dan penyeimbang sebuah pesantren,” tandasnya. ig

1389

© . All Rights Reserved. Powered by beritakata.id